Gulat Lokal ‘Presean’ Meet PGSI Lombok: Akulturasi Budaya dalam Olahraga
Pulau Lombok tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau, tetapi juga kekayaan tradisi bela dirinya yang sangat legendaris, yaitu Presean. Presean adalah pertarungan antara dua lelaki yang menggunakan rotan sebagai senjata dan perisai kulit sapi untuk bertahan. Menyadari potensi besar dari akar budaya ini, PGSI Lombok melakukan sebuah langkah inovatif dengan mencoba mempertemukan teknik dasar gulat modern dengan filosofi petarung lokal. Proses akulturasi budaya ini bertujuan untuk memperkaya teknik gulat nasional dengan ketangkasan khas suku Sasak, sekaligus menarik minat para pemuda lokal agar lebih mencintai olahraga gulat melalui jalur tradisi yang sudah mereka kenal sejak kecil.
Langkah awal dari akulturasi budaya ini dilakukan dengan menganalisis kemiripan pola gerak antara petarung Presean (Pepadu) dengan pegulat gaya bebas. Dalam Presean, seorang petarung dituntut memiliki kelincahan kaki yang luar biasa untuk menghindari sabetan rotan dan kemampuan membaca arah serangan lawan dalam sepersekian detik. Keterampilan ini sangat selaras dengan kebutuhan seorang pegulat dalam melakukan antisipasi takedown atau serangan kaki. PGSI Lombok mulai mengundang para Pepadu senior untuk berbagi filosofi mengenai keberanian dan ketenangan di medan laga, yang kemudian diintegrasikan ke dalam mentalitas atlet gulat binaan mereka agar memiliki daya juang yang lebih berkarakter.
Dalam proses akulturasi budaya ini, PGSI Lombok juga melakukan modifikasi latihan yang menggabungkan elemen tradisional. Misalnya, latihan fisik atlet gulat kini mulai menyisipkan pola pergerakan kaki khas petarung Presean yang sangat dinamis dan eksplosif. Selain itu, nilai-nilai sportivitas dalam Presean, di mana setelah bertarung kedua pihak harus saling berpelukan dan melupakan dendam, menjadi landasan moral utama bagi para atlet gulat muda. Hal ini membuktikan bahwa olahraga modern dapat menyerap kearifan lokal untuk membentuk karakter atlet yang tidak hanya tangguh secara fisik, tetapi juga memiliki etika dan jiwa ksatria yang tinggi sesuai dengan nilai-nilai luhur masyarakat Lombok.
Dampak positif dari akulturasi budaya ini mulai terlihat pada meningkatnya antusiasme masyarakat Lombok terhadap cabang olahraga gulat. Selama ini, gulat dianggap sebagai olahraga “impor” yang jauh dari keseharian mereka. Namun, dengan pendekatan yang menghargai budaya lokal, masyarakat mulai melihat gulat sebagai bentuk evolusi dari semangat juang para leluhur mereka.
